Peribahasa ini menggambarkan hakikat atau sifat asli dari keadilan menurut pandangan orang Jawa. Artinya, yang benar tidak dapat disalahkan, yang salah tidak boleh dibenarkan. Bisa saja direkayasa, tetapi hasilnya hanya bersifat sementara atau tidak abadi. Cepat atau lambat akan mewujud sebagaimana aslinya. Yang salah kelihatan salah, yng benar tampak benar.
Peribahasa ini tidak berdiri sendiri, melainkan banyak peribahasa lain yang mendukung kebenaran isi pesannya. Seperti, bener ketenger, becik ketitik, ala ketara. Kemudian, sapa temen bakal tinemu, sapa salah bakal seleh. Ada lagi peribahasa lainnya, yaitu salah mesthi owah, bener terus nggejejer. Terkait dengan makna peribahasa tersebut, orang Jawa meyakini bahwa keadilan tidak dapat diputarbalikkan. Dan, siapa pun yang berani memutarbalikkan keadilan, dia akan memperoleh sanksi yang setimpal dengan perbuatannya itu.
0 komentar:
Posting Komentar